Rabu, 04 April 2012

PENTINGNYA BERSIKAP ASERTIF

Faizatul Amilin (101014236)



                             Pentingnya Bersikap Asertif

         Memendam masalah bukanlah cara sehat untuk perkembangan kepribadian maupun kebahagiaan dalam relasi sosial. Namun, memuntahkan pikiran dan perasaan tanpa peduli pikiran dan perasaan orang lain juga bukan solusi yang sehat.
Oleh Psikolog Dra MM Nilam Widyarini, MSi
Silakan Anda layangkan masalah hidup Anda ke witalestari@jurnas.com, Ibu Nilam Widyarini akan menawarkan solusinya.
 
        RESPONS agresif seperti itu melukai orang lain dan akibatnya kita akan menuai respons yang tidak kita harapkan. Di tempat kerja, di dalam keluarga, ataupun di lingkungan sosial, kita tak pernah lepas dari persoalan yang menyangkut relasi kita dengan orang lain. Menghadapi rayuan bos untuk berselingkuh, misalnya, bila tidak kita kehendaki sungguh dapat menjadi dilema bila kita sangat membutuhkan pekerjaan tersebut atau telanjur cinta pekerjaan itu. Pasif memendam, sudah barang tentu membuat hati kita terluka. Namun, bereaksi keras menolak, dapat berakibat kita ditekan atau menerima ancaman.
Gaya (style) pasif ataupun agresif sama-sama tidak menyenangkan. Selain tidak menyenangkan bagi orang lain, dari sisi orang yang mempunyai kebiasaan menggunakan style pasif maupun agresif, juga akan merasakan tuaian yang tidak menyenangkan. Lalu, bagaimana bila menghadapi persoalan seperti itu? Alternatif respons yang sehat adalah berperilaku asertif.
 
      Berikut ini penjelasan lebih lengkap mengenai tiap-tiap style tersebut, melengkapi tulisan di Jurnal Nasional Minggu edisi yang lalu.
 
Style Pasif
      Ketika menghadapi situasi yang sulit atau tidak menyenangkan dengan orang lain (tidak senang terhadap perilaku orang lain, perbedaan pendapat, membutuhkan bantuan, dll), orang-orang tertentu memilih untuk menuruti saja apapun respons orang lain, untuk menghindari konflik terbuka. Dalam kejengkelannya, mungkin ia melampiaskan dengan menangis sendirian, malas bicara, dan sebagainya. Bila menyangkut pembagian tugas, mungkin ia memilih menanggung sendiri semua pekerjaan, dengan angan-angan bahwa ia berkorban untuk orang lain ibarat martir.
      Kesulitan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan secara apa adanya membuat seseorang merasa tertekan. Akibatnya sangat mungkin kemudian ia menyalurkannya dengan balas dendam. Misalnya, seorang karyawan yang mendapat perlakuan menyakitkan oleh rekan kerjanya mungkin bereaksi diam, namun ternyata ia balas memfitnah. Nah, respons seperti ini berarti bukan sekadar pasif saja, namun juga agresif. Itulah sebabnya respons seperti ini disebut "agresif-pasif".
       Nampak bawa style pasif, bagaimanapun wujudnya, sangat tidak menguntungkan dalam perkembangan hubungan. Represi terhadap pikiran dan perasaan, distorsi persepsi (yaitu merasa menjadi martir), ataupun balas dendam, semuanya akan memicu konflik dalam diri individu itu sendiri maupun konflik dalam hubungan dengan orang lain.
      Hal lain yang harus diperhitungkan oleh orang yang biasa menggunakan style pasif adalah akibatnya terhadap konsep diri. Secara pelan tapi pasti, hambatan dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan ini akan mengikis konsep diri orang yang bersangkutan. Keadaan seperti itu membentuk gambaran diri yang negatif. Bila demikian, akibatnya individu mudah merasa cemas, kurang dapat menghargai diri sendiri dan menjadi kurang percaya diri.
 
Style Agresif
   Berbeda dengan orang yang mengembangkan style pasif, orang dengan style agresif berusaha mendominasi dalam interaksi dengan orang lain, dan bertindak menyerang orang lain, baik secara fisik atau verbal. Style lebih memilih mencederai konsep diri orang lain. Ia ingin melihat orang lain kalah dan diri sendiri menang.
     Akibatnya dapat dibayangkan, orang yang menggunakan style agresif ini akan menuai banyak musuh. Orang yang menggunakan style agresif dalam memimpin anak buah, akan menerima respons negatif dari anak buahnya. Tidak ada orang yang senang mendapat perlakuan demikian. Bagaimana pun juga, dari sisi orang yang memperlakukan orang lain seperti itu, juga akan mengalami rasa bersalah dan kesal sesudahnya.
      Meskipun bentuknya berbeda, baik respons pasif maupun agresif sebenarnya memiliki dasar yang sama, yaitu rasa kekurangan (inadequacy) yang menimbulkan kecemasan. Pada style pasif, individu merasa lemah, tidak berdaya. Sedangkan pada style agresif, individu malu karena tidak mampu berteman dan mengatasi konflik dalam hubungan interpersonal secara memuaskan.
 
Style Asertif
      Bila pada style agresif individu mau menang sendiri, pada style pasif individu menempatkan diri sebagai orang yang kalah, maka alternatif yang terbaik adalah posisi menang-menang untuk dua belah pihak. Style menang-menang inilah yang disebut sebagai perilaku asertif.
     Perilaku asertif adalah usaha untuk mengemukakan pikiran, perasaan, dan pendapat secara langsung, jujur, dan dengan cara yang sesuai, yaitu tidak menyakiti atau tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.
   Perilaku asertif merupakan bentuk pengembangan hubungan interpersonal yang bersifat memberi (menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran secara langsung, jujur, dan dalam kesempatan yang tepat), dan juga menerima (mendengarkan secara aktif apa yang menjadi kebutuhan, pikiran, dan perasaan orang lain).
     Perilaku asertif dimaksudkan untuk membuat proses komunikasi berjalan dengan efektif, membangun hubungan yang setara dan saling menghormati. Manfaat yang diperoleh dari perilaku asertif adalah meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri (self respect), memperbesar kepercayaan diri (self confidence), serta lebih dihargai dan dihormati oleh orang lain.
    Perilaku asertif juga merupakan bentuk pemecahan masalah (problem solving). Ciri khas dari pemecahan masalah yang asertif adalah negosiasi. Untuk dapat memecahkan masalah secara asertif kita perlu merencanakan, "menjual", dan mengimplementasikan apa yang sudah disepakati dengan orang lain, tanpa terkesan sebagai diktator.
 
Catatan Kecil
     Hambatan berperilaku asertif sangat mungkin terjadi pada orang yang terbiasa menggunakan style agresif, yang ingin selalu menang. Mereka mungkin merasa bahwa asertif merupakan perilaku yang dibuat-buat, karena tidak spontan. Bila diingatkan kerugiannya menggunakan style agresif mungkin ia malah merasa diminta menjadi orang yang bukan dirinya sendiri dan tidak jujur dengan diri sendiri.
       Dalam hal ini perlu diadari bahwa kebiasaan melontarkan kata-kata atau berperilaku yang menyerang orang lain, apa pun alasannya, merupakan bentuk ketidakmampuan seseorang untuk mengendalikan diri (kecenderungan impulsif). Orang yang asertif menyatakan apa yang dianggap benar tanpa menggunakan kata-kata atau ekspresi yang menyerang pihak lain. Hal ini dimungkinkan bila kita memiliki ketulusan menghargai orang lain dan diri sendiri secara apa adanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar